Bersama Alit Indonesia, Kadin Jatim komitmen gali potensi ekonomi desa

SURABAYA, Selasa (20/9/2023): Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Jawa Timur memberikan dukungan penuh terhadap program Desa Wisata Agro Desa Wisata Industri Ramah Anak dan Berkebudayaan atau Dewa Dewi Rama Daya Alit Indonesia yang memiliki kepedulain tinggi terhadap pemberdayaan masyarakat desa dan perlindungan anak.

"Salah satu program Alit Indonesia adalah Dewa Dewi Rama Daya, itu kita support. Salah satunya dengan memberikan pelatihan pendampingan UMKM dan kurasi produk kepada Tim Alit, sekaligus kita beri jaringan pasar, kita bantu untuk menyalurkan dan menjualkan produk yang dihasilkan oleh masyarakat desa termasuk pariwisatanya," ujar Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto di Surabayq, Selasa (20/9/2023).

Dukungan tersebut tidak lepas dari pentingnya kolaborasi antar lembaga untuk membangkitkan ekonomi pedesaan. Terlebih saat ini, desa menjadi salah satu kantong kemiskinan yang masih tinggi di Jatim. Untuk itu, harus ada upaya nyata dalam menggali potensi desa, baik di sektor pariwisata ataupun produk Udaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ada di desa serta mengembangkan proses pengolahan berbasis Sumber Daya Alam (SDA) desa.

"Melalui program ini kita bangun kemandirian masyarakat desa, kita gali dan kita bantu mengembangkannya agar produk yang mereka tanam ini memiliki nilai tambah lebih bagi masyarakat desa hingga akhirnya kesejahteraannya bisa terangkat. Tidak hanya itu, perlindungan terhadap anak juga bisa tercipta karena Alit ini kan fokusnya ke perlindungan anak dengan mendorong setiap desa memiliki Perdes Ramah Anak," tambah pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya tersebut.

Dalam pelaksanaannya, Adik berharap pelatihan pendamping UMKM dan kurasi produk bisa dilaksanakan di tahun ini. "Kita usahakan pelatihannya sudah mulai dilaksanakan pada tahun ini juga, baik pelatihan pendamping UMKM, kurasi produk ataupun pelatihan tentang pariwisata," tegas Adik.

Program ini nanti juga bisa disinergikan dengan keberadaan Badan Usaja Milik Desa (Bumdes) sebagai tempat promosi dan penjualan produk. "Sekarang sudah ada Bumdes. Ini nanti kita sinergikan juga, apalagi sejauh ini Kadin juga telah melalukan pendampingan terhadap Bumdes orientasi ekspor," katanya.

Direktur Eksekutif Yayasan Arek Lintang (Alit) Indonesia Yuliati Umrah mengungkapkan bahwa program Dewa Dewi Rama Daya adalah program Alit Indonesia bersama Kementerian Desa Pembangunam Desa Tertinggal (PDTT) dan Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Saat ini, ada 12 desa yang ada di 9 kabupaten kota di Jatim, Bali dan Flores yang menjadi proyek percontohan. "Di Jatim ada di kabupaten Pasuruan, Sumenep, Jember, Banyuwangi dan Kota Surabaya sebagai pusat pemasaran, Kota Batu dan Kabupaten Malang. Di Bali ada di kabupaten Gianyar dan di Flores ada di Kabupaten Sika," terang Yuli.

12 desa tersebut didorong dan diintervensi agar kelompok anak-anak diberdayakan secara ekonomi melalui "Permak Kultur Permanen Agriculture". Yaitu sebuah pendekatan pertanian yang berbasis organik dan tumpangsari, dimana tanaman endemik dari desa akan dibiakkan secara organik dengan menggunakan metode tumpangsari yang diikuti oleh orang tua dan anak.

Sementara anak diberi intervensi melalui kelas merdeka belajar yang terdiri atas 5 materi utama. Pertama tentang keterampilan hidup yang berbasis kebudayaan, misal kegiatan keterampilan sederhana, literasi digital dan non digital. Kedua pengetahuan tentang sejarah, kebudayaan, simple science. Ke-empat pengembangan olah tubuh seperti kegiatan olahraga tradisional dan olah raga dasar seperti pencak silat.

"Juga kegiatan seni budaya, dimana kegiatan kebudayaan dan pertunjukan lokal terus didorong untuk dikenalkan kepada anak-anak yang mengikuti merdeka belajar. Selain itu di kelas merdeka belajar, anak-anak belajar tentang perlindungan anak, dimana semua wilayah destinasi wisata yang berisiko terjadi eksploitasi dan kekerasan terhadap anak-anak. "Mereka belajar bagaimana melalukan self protection atau perlindungan diri apabila ada upaya orang dewasa melalukan penyerangan atau eksploitasi anak," ungkap Yuli.

Sedangkan di kelas kebudayaan, remaja desa akan dilibatkan menjadi Duta Dewa Dewi di masing-masing desa. Di setiap desa memiliki 20 duta, dimana mereka akan mengeksplorasi unsur-unsur kebudayaan.

Unsur kebudayaan yang dimaksud meliputi, unsur wareg, yaitu bagaimana tatakelola sumberpangan, tata kelola pangan lokal dan teknologi berbasis kebudayaan. Semua hal tersebut menjadi tantangan yang moderen. "Misal, dulu orang tua memanen singkong dan langsung dijual, maka sekarang anaknya mengolahnya menjadi mocaf yang gluted free yang memiliki harga jual yang tinggi dan kompetitif," katanya.

Selain itu juga pemanfaatan tanamam liar yang tidak dipakai menjadi tanamam yang memiliki fungsi ekonomi tinggi, Misalnya gulma yang banyak ditemukan di lereng gunung, ini diapadukan dengan teknologi anak muda yang dikembangkan di kampus. "Banyak sekali produk yang dihasilkan dari tanamam orang tua yang sudah dimodernisasi oleh anak-anak muda," tegasnya.

Kendala utama dalam melaksanakan program tersebut adalah lebih pada mindset anak-anak desa yang mulai terkontaminasi budaya luar. Apalagi bicara kebudayaan kepada anak muda sangat sulit untuk dilakukan karena bicara kebudayaan selalu dianggap kuno.

"Awalnya sangat sulit dan banyak anak muda yang sudah menolak untuk beraktiftas di desa dan memilih hidup di kota dan bekerja di kota sehingga lahan lahan pertanian banyak terlantar dan dialih fungsikan sebagai pemukiman, pabrik, hotel itu yang sedang kita hadapi. Dengan program ini pelan-pelan anak muda menemukan aspek yang cukup baik dari tanah mereka yang bisa dikelola dan menghasilka produk agro bernilai ekonomis sangat tinggi," katanya.

Dukungan yang sama juga diungkapkan oleh Sosiolog dan Kepala Lembaga Transformasi Sosial Ekonomi dan Budaya Universitas Airlangga, Prof Dr. Mustain. Ia mengungkapkan, salah satu yang menjadi kegelisahannya saat ini adalah anak-anak mulai tercerabut dari akar bangsa sebagai warga desa.

"Mimpi yang dibayangkan kedepan adalah yang dia lihat di televisi dan media yang tidak mungkin dan hanya utopis. Makanya dengan gerakan Alit ini saya sangat bersemangat dan membackup secara akademis khususnya agar desa kembali bangkit, mengembangakan dirinya sebagai orang desa berkultur desa dan berkultur lokal tetapi berorientasi kosmopolit dan berorientasi modern. Jangan sampai kita berorientasi modern tetapi kehilangan jati diri. Makanya menurut saya, salah satu upaya yang strategis ya program yang digulirkan Alit ini," tegas Mustain.

Ia menegaskan, hal itu adalah basic culture, modal budaya dasar untuk membangun dan mengembangkan masyarakat desa melalui anak, sehingga kedepan akan sangat kuat. "Yang saya tahu dan teliti, saat ini mereka mulai bangkit dan bersemangat bahwa aku memiliki kemampuan dan percaya diri. Ini yang sangat penting," tandasnya.

Disisi lain, program tersebut juga berkontribusi dalam membangun dan mengembangkan masyarakat untuk percaya diri, menjadi lebih peduli dan lebih sejahtera yang sesuai dengan kondisi sosial budaya desa.

"Yang saya sangat setuju adalah strategi Alit membangun dan mengembangkan dengan potensi yang ada di desa itu sendiri. Itu merupakan salah satu poin penting agar desa memiliki daya tahan dan imun tinggi dari pengaruh dan sabotase serta gangguan orang lain. Karena desa mempunyai potensi luar biasa. Dan selama ini orang desa yang pekerja keras, tetapi yang kenikmati hasil bukan orang desa," ungkapnya.

Sementara itu, Program Officer Asia Oceania Kindermissionwerk, Claudia Rupp mengungkapkan, melalui program yang digulirkan Alit Indonesia, desa yang didampingi mengalami perkembangan yang sangat cepat. Tidak hanya karena anak-anak berkumpul dan memiliki tempat untuk bermain tetapi yang terlibat orang-oranng tua, anak-anak desa, perangkat desa, semuanya bersatu membangun desa, menggali potensi ekonomi yang bisa dikembangkan.

"Ini yang menurut saya betul-betul perlu. Jika ingin berbicara perlindungan dan pengembangan anak, maka butuh sustainable lingkungan yang ramah anak, tidak bisa hanya anak saja tetapi satu desa harus mendukung," kata Claudia.

Harapan lain diungkapkan oleh salah satu pengusaha asal Surabaya, Andro bahwa konsep demplot Alit untuk mengembangkan sistem permakurtur di desa secara bertahap bisa menghasilkan produk yang bernilai secara ekonomi.

"Sehingga saya sebagai pengusaha yang memiliki beberapa peluang pasar bisa membangun kerjasama dengan masyarakat desa untuk bisa mencari bahan dan hasil pertanian secara langsung sehingga kita bisa memotong mata rantai perdagangan yang terlaku panjang untuk memberikan nilai tambah langsung kepada petani di waktu mendatang," pungkasnya.(*)