SURABAYA, Kamis (25/5/2024): Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Surabaya berkomitmen meningkatkan kinerja industri dalam negeri, termasuk industri wisata kesehatan dan kebugaran atau health and wessness tourism.
Ketua Kadin Surabaya M Ali Affandi LNM mengatakan saat ini Surabaya telah memiliki banyak Rumah Sakit (RS) baik swasta maupun negeri yang berstandar internasional yang bisa menjadi jujugan masyarakat untuk berobat.
"Prinsipnya kita ingin memberikan informasi dan wawasan kepada masyarakat sebenarnya wisata kesehatan di Indonesia khususnya di Jatim dan Surabaya tidak kalah dengan luar negeri, baik teknologinya ataupun pelayanannya," kata mas Andi, panggilan akrab M. Ali Affandi usai menghadiri Talk Show Edukasi Kesehatan dengan tema "Fase kehidupan setelah 35 tahun dan pengaruh paparan sinar matahari terhadap kesuburan" yang digelar oleh DPD RI, Kadin Kota Surabaya dan Morula IVF Surabaya di Graha Kadin Jatim, Surabaya, Kamis (25/5/2024).
Mas Andi mengatakan, saat ini peningkatan wisata kesehatan Indonesia menjadi salah satu strategi pengembangan pariwisata nasional karena sangat berpotensi dalam “menahan” kepergian orang Indonesia ke luar negeri, maupun mendatangkan wisatawan mancanegara.
"Sementara persaingan health tourism antar negara sudah mulai sangat ketat, utamanya di Malaysia, Singapura bahkan Thailand. Sehingga kita ingin membuka wawasan kepada masyarakat bahwa di Surabaya pun kita memiliki standar pelayanan kesehatan seperti yang ada di luar negeri," katanya.
Di Surabaya misalnya, banyak rumah sakit yang berstandar nasional dan internasional yang menyediakan pelayanan kesehatan dengan berbagai fasilitas dan teknologi modern. Tidak hanya swasta tetapi Rumah Sakit pemerintah juga bisa mengambil bagian dalam memajukan industri kesehatan dalam negeri. Rumah sakit pemerintah harus bisa mengambil benchmarking rumah sakit swasta yang berstandar internasional.
Langkah ini menurut mas Andi sangat diperlukan mengingat besarnya potensi yang ada. Sebab, industri kesehatan ini tidak hanya berdiri sendiri, ada industri pendukung juga industri ikutan yang akan berkembang seiring dengan perkembangan industri kesehatan.
"Secara kuantitatif memang banyak rekan kita yang berobat ke Singapura. Secara nasional, ada sekitar 2 juta orang per tahun yang berobat ke luar negeri. Padahal di rumah sakit Indonesia, baik rumah sakit swasta maupun pemerintah sudah menyediakan dokter yang qualified dengan teknologi yang mumpuni untuk menyembuhkan pasien," katanya.
Salah satu contoh adalah program kehamilan, baik secara alami, inseminasi ataupun bayi tabung, di Morula IVF Surabaya semua tersedia dengan teknologi yang tidak kalah dengan luar negeri.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan, Benedictus Arifin bahwa di indonesia, khususnya di Morula IVF Surabaya sudah memiliki teknologi yang sama atau bahkan lebih maju dibanding negara tetangga.
Hal ini seiring dengan upaya pemerintah untuk membangkitkan industri kesehatan, bahwa industri kesehatan harus menjadi konsumsi masyarakat Indonesia. Jangan sampai karena ketidaktahuan masyarakat atas kemajuan layanan kesehatan di Indonesia maka mereka memilih berobat ke luar negeri dengan biaya yang berlipat.
"Akibatnya kita justru memajukan industri kesehatan di luar negeri. Di Morula IVF Surabaya kami memiliki semua teknologinya. Jadi masyarakat Surabaya dan Jatim tidak perlu lagi untuk pergi ke luar negeri untuk program kehamilan, karena di luar negeri belum tentu biaya lebih murah. Kita bisa kalkulasi bahwa biaya di Morula jauh lebih murah dan lebih efisien dibanding melakukan program hamil di luar negeri," katanya.
Pada kesempatan tersebut, dr. Beni, panggilan akrab Benedictus Arifin juga memberikan penjelasan tentang semakin menurunnya tingkat kesuburan masyarakat Indonesia. Sehingga setiap pasangan harus melakukan program kehamilan agar cepat mendapatkan keturunan.
"Total fertility biasanya 0,21 persen tetapi saat ini sudah jauh menurun. Tetapi tantangan berikutnya adalah seberapa tua wanita harus hamil karena harus merawat anak-anaknya. Ini menjadi tipikal negara maju dimana penambahan jumlah penduduknya semakin tertekan. Jumlah usia mudanya juga semakin rendah karena usia menikahnya lebih tua. Ini nantinya juga berkaitan dengan jumlah angkatan kerja usia produktif. Mungkin efeknya tidak sekarang, tetapi 10 tahun atau 15 tahun yang akan datang," katanya
Pada kesempatan yang sama, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti secara daring mengatakan bahwa penting untuk menjaga kesinambungan generasi usia produktif, di mana Indonesia akan mengalami lonjakan usia produktif di tahun 2035 hingga 2045 mendatang.
Oleh karenanya, LaNyalla berharap pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dapat memberikan dukungan yang lebih maksimal terhadap persoalan ini. "Saya kira sudah sepatutnya hal tersebut mendapat dukungan dan perhatian penuh dari pemerintah, karena menyangkut masa depan bangsa dan negara ini," pungkas LaNyalla.(*)