Kadin Jatim: UMKM perlu paham pentingnya SNI produk

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Umum Kadin Jawa Timur Adik Dwi Putranto menegaskan, para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) termasuk di Jawa Timur perlu memahami pentingnya pengurusan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai bukti produk yang mereka hasilkan.

"Keberadaan SNI produk sangat penting. Selain sebagai bukti kualitas produk yang dihasilkan, juga untuk memperbesar potensi pasar yang bisa digarap," kata Adik di Surabaya, Jumat (22/7/2024).

Pemerintah, kata dia, melalui Badan Standar Nasional (BSN) telah memberikan kemudahan, khususnya bagi UMKM dalam pengurusan SNI. Bahkan BSN juga memiliki program pendampingan pengurusan SNI untuk UMKM melalui program "SNI Bina UMK".

Untuk itulah, kata Adik, Kadin Jatim bersama BSN mendorong UMKM untuk mengurus SNI, karena pemerintah telah mengeluarkan aturan baru pengadaan barang dan jasa di pemerintah. Tidak hanya Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang menjadi persyaratan, SNI juga telah dicantumkan untuk pengadaan barang.

Sementara itu, Direktur Rumah Kurasi Setyohadi mengakui, keberadaan SNI untuk produk UMKM sangat penting, namun tidak banyak pelaku UMKM, khususnya di Jatim yang mengetahui karena minimnya sosialisasi, apalagi tenaga BSN juga sangat terbatas. "

Sebetulnya SNI sangat penting, tapi selama ini sosialisasi masih kurang sehingga ada program SNI Bina UMK banyak yang tidak tahu

"Padahal itu sangat penting untuk UMKM karena ketika sudah dapat SNI Bina UMK, mereka bisa mendapatkan hak pelatihan selanjutnya. Standar ini harus dimiliki UMKM, sehingga Rumah Kurasi berupaya hadir membantu melakukan sosialisasi sekaligus melakukan pendampingan," kata Setyohadi.

Direktur Penguatan Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN Triningsih Herlinawati menambahkanada dua jenis ketentuan dalam penerapan SNI, yang pertama SNI wajib dan kedua SNI sukarela. SNI wajib telah diterapkan untuk sekitar 301 produk dan ada sekitar 158 produk yang telah dinotifikasi.

Menurut Herlinawati, SNI sukarela ini memang tidak ada kewajiban, sehingga tidak ada denda ataupun hukuman. "Tidak ada hukuman, yang ada hanya kehilangan potensi pasar yang bisa digarap. Karena saat ini, pengadaan barang dan jasa pun harus dengan produk yang ber-SNI," kata Herlinawati.