Surabaya, Memorandum.co.id – Peningkatan Sumber Daya Manusia
(SDM) di sektor pertanian, khususnya untuk petani milenial perlu dilakukan.
Mengingat mereka merupakan masa depan pertanian Indonesia.
Ketua Komite Tetap Bidang Pertanian Kamar Dagang dan Industri
(Kadin) Jawa Timur, Durrul Izza Alfatawi mengatakan, petani milenial butuh
komitmen didorong melalui pendampingan dan transformasi keilmuan.
“Langkah tersebut dinilai penting mengingat mereka adalah
masa depan pertanian Indonesia,” terang Durrul Izza Alfatawi usai Sinkronisasi
dan Sinergitas Pengembangan Petani Millenial di Jawa Timur yang digelar secara
virtual oleh Pemprov Jatim.
Lanjut Durrul Izza Alfatawi, menjadi salah satu fokus
stakeholder di Jatim, termasuk Kadin Jatim adalah peningkatan kapasitas dan
kualitas petani milenial.
“Secara pemahaman mereka masih kurang, baik dari sisi hulu
maupun hilir,” ujar Durrul Izza Alfatawi.
Namun untuk melakukan pendampingan, diperlukan data yang
akurat seputar petani milenial. Tentang berapa jumlahnya di seluruh Jatim,
apakah mereka bergerak di sektor hulu atau hilir, hingga usaha yang digeluti
apakah masih baru ataukah sudah berkembang.
“Kita butuh data itu agar bisa melakukan pendampingan,”
terang Izza, panggilan akrab Durrul Izza Alfatawi.
Data tersebut akan menjadi pijakan dalam menyiapkan mereka
untuk menjadi bagian dari ekosistem pertanian Jatim yang kuat. Sebab sejauh ini
masih banyak yang yang harus dibenahi, termasuk sinergi ekosistem yang masih
belum sepenuhnya terjalin. Sinergi ini menjadi keniscayaan karena perbaikan
harus dilakukan mulai dari hulu hingga hilir. Tidak hanya of farm, dari segi on
farm juga harus ada perbaikan dan peningkatan.
“Kalau sudah ada data petani milenial, sinergi ini akan
menjadi lebih terarah. Siapa yang bergerak membantu melakukan pendampingan di
sektor hulu dan siapa yang bergerak melakukan pendampingan di sektor hilir,
sehingga bisa bergerak bersama membentuk ekosistem pertanian yang sehat dan
terarah,” ujarnya.
Dan Kadin Jatim akan lebih berkonsentrasi pada pendampingan
petani milenial di sektor hilir dan pasca panen, mulai dari bagaimana mengolah
menjadi komoditas yang bernilai jual tinggi, melakukan kurasi produk serta
pemasaran produk atau membuka jaringan.
“Kita kurasi produk mereka untuk mengetahui sejauh mana
produk ini bisa dipasarkan, apakah masih di level pasar tradisional, ataukah
sudah bisa masuk pasar modern atau bahkan sudah bisa masuk pasar ekspor karena
pasar itu butuh kuantitas, kontinuitas dan kualitas. Dan Kadin punya Rumah
Kurasi, juga ada Export Center Surabaya untuk menjembatani masuk pasar luar
negeri,” terangnya.
Agar produk pertanian yang dimiliki para milenial ini bisa
lenih dikenal, maka haris ada forum bisnis untuk mempertemukan mereka dengan
pengusaha, baik dalam maupun kuar negeri.
“Dari semua hal tersebut, terakhir yang saya katakan adalah
kita butuh grand desain bersama. Ketika Jatim sudah menjadi pasar potensial
bagi produsen, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, maka apakah Jatim
hanya jadi penonton ataukah pengisi. Kalau jadi pengisi ya harus disiapkan
petani milenialnya agar mampu bersaing,” pungkasnya.